JAKARTA – Menjelang dilakukan perubahan UU Desa, beredar di lingkaran pemerintahan Desa dokumen rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dalam dokumen tersebut pasal tentang fungsi atau kewenangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk melakukan pengawasan kinerja kepala Desa dihapuskan (Pasal 61).
Sehingga kewenangan Badan Permusyawaratan Desa hanya :
- Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
- Menyelenggarakan Musyawarah Desa;
- Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;
- Menyampaikan keputusan Musyawarah Desa tentang pemberhentian Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk disahkan dengan keputusan Bupati/Walikota.
Selanjutnya, diusulkan hak keuangan anggota BPD, nomor (2) :
Tunjangan bagi anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf (e) diberikan berdasarkan pada kegiatan. Bukan diberikat setiap bulan, yang melekat pada kedudukan.
Jadi, apabila anggota BPD tidak melakukan aktifitas kegiatan dalam pemerintahan Desa, maka tidak diberikan Tunjangan.
Ketentuan itu berbeda dengan yang berlaku saat ini, dimana Tunjangan BPD ada dua jenis : (1) Tunjangan Kedudukan, (2) Tunjangan Kinerja. Tunjangan tersebut besarannya ditetapkan dalam Peraturan Bupati/Walikota, dan diberikan setiap bulan.
Saat ini besaran tunjangan BPD berbeda-beda untuk masing-masing kabupaten. Ada kabupaten yang memberi tunjangan anggota BPD Rp. 100 ribu setiap bulan, ada juga yang Rp. 3,5 juta setiap bulan. Besaran tersebut tergantung komitmen kepala Daerah.
Berbeda dengan BPD yang dalam draf rancangan perubahan Undang-undang, kewenangan pengawasannya akan dihapus. Di sisi lain, status perangkat Desa, oleh asosiasi PPDI diusulkan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Berikut ini usulan lengkap PPDI kepada DPD, DPR dan Pemerintah, sebagaimana dimuat di portal resmi-nya :
Revisi UU No 06 Tahun 2014 yang sudah masuk dalam prolegnas 5 tahunan secara resmi akan dibahas di DPR pada tahun 2022, hal ini yang menjadi dasar dari DPD RI untuk menginisiasi pendataan terhadap daftar inventaris masalah (DIM) yang ada diseputar pelaksanaan undang-undang tersebut.
Menindaklanjuti hal tersebut, Senin (31/05/2021) Komite 1 DPD RI mengundang beberapa pengurus dari organisasi perangkat desa untuk mengadakan silahturahmi sekaligus meminta masukan dari para stakeholder di pemerintahan desa.
Hadir langsung dari PP PPDI Ketua Umum Mujito, Sekjen Sarjoko, Ketua Prop. Bengkulu, Ibnu Majah, dan H. Sutoyo Muslih Ketua PPDI Kab. Tuban, Jawa Timur. Berikut ini uraian permasalahan yang dirangkum PPDI dari beberapa daerah terkait seputar pelaksanaan UU Desa, yang disampaikan dalam agenda tersebut sebagaimana disampaikan langsung oleh Sekjen PPDI Sarjoko, S.H.
Dalam UU No 06 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 26 ayat 2 huruf b, Kepala Desa Berhak mengangkat dan memberhentikan perangkat desa.
- PPDI melihat agar tercipta kondisi lingkungan kerja di Pemerintahan Desa yang harmonis, agar system pengangkatan dan pemberhentian ini dikembalikan seperti layaknya UU No 5 Tahun 1979, dimana Kepala Desa mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kemudian Camat Atas nama Bupati yang menerbitkan Surat Keputusan pengangkatan atau pemberhentian tersebut.
- Terhadap uraian kasus-kasus pemberhentian perangkat desa yang sedang terjadi, atau yang sedang dalam proses PTUN, dan yang sudah keluar keputusan yang memenangkan perangkat desa sudah disampaikan secara detail kepada Ketua Komite 1 DPD RI, Fachrul Razi. Sementara itu apresiasi tersendiri Ketua Komite DPD RI, dan direncanakan akan terjun langsung ke lapangan terutama di Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu untuk melakukan pengawasan.
Berikutnya yang disampaikan oleh PPDI terkait dengan Bahwa pasal 18 UUD 1945 baik yang sudah di amademen maupun belum, dimana disebutkan bahwa system pemerintahan yang diakui adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tidak mengamanatkan dalam undang-undang tersebut adanya pemerintahan desa, PPDI berharap ada kejelasan baik status Pemerintahan Desa maupun status Aparatur Pemerintah Desa dalam tata kelola pemerintahan di Republik Indonesia.
- Dalam hal ini DPD RI memberikan tanggapan dengan dukungan terhadap klausal tersebut dan dalam silahturahmi tersebut sudah mengerucut nantinya akan masuk dalam draft revisi UU Desa, apakah perangkat desa itu masuk dalam P3K atau berdiri sendiri sebagai dengan status Aparatur Pemerintah Desa yang hak dan kewajiban seperti halnya PNS. PPDI sendiri dalam hal ini memberikan masukan seandainya tidak masuk di revisi UU Desa, nantinya ada Undang-Undang tersendiri tentang Pemerintah Desa dan perangkat desa.
Selain usulan diatas PPDI juga menyampaikan tentang Nomor Induk Aparatur Pemerintah Desa (NIAPD) yang belum juga keluar aturan teknisnya. PPDI juga mengusulkan agar Staff Desa masuk unsur sekretariatan dalam revisi UU Desa, karena staff desa selama ini bagian dari pemerintahan desa.
Terkait peningkatan sumber daya perangkat desa, PPDI mengusulkan Sekolah bagi perangkat desa untuk diberikan ruang dalam pengalokasian anggaran di APBN,
Permasalahan penghasilan tetap PPDI memberikan masukan agar gaji bersumber langsung dari APBN, dan dikelola oleh pusat baik itu berupa dana blockgrant atau ADD yang terpisah, yang nantinya langsung masuk ke rekening pribadi Kepala Desa dan Perangkat Desa. Dengan harapan gaji tidak terhambat karena alasan teknis sebagaimana yang terjadi selama ini.
- Adapaun terkait jaminan hari tua PPDI tidak ingin diproteksi oleh BPJS Ketenagakerjaan karena perangkat desa bukan buruh. Harus ada satu institusi negeri yang mengurusi tersendiri tentang jaminan hari tua bagi perangkat desa.
Dalam hal pemilihan Kepala Desa, PPDI memberikan masukan agar nantinya ijazah calon Kepala Desa serendah-rendahnya SLTA atau sederajat, selain itu sebelumnya ada seleksi terhadap bakal calon kepala desa tentang kemampuan SDM, yang hasil dari seleksi ini diumumkan secara terbuka kepada warga desa sebelum diadakan pemilihan secara langsung.
Seusai agenda silahturahmi tersebut, PP PPDI melalui Sekretaris Jendral Sarjoko, S.H mengatakan bahwa dalam waktu dekat PPDI harus membuat kajian naskah akademiknya, karena di bulan Juli draft tersebut harus sudah masuk ke DPR RI untuk dapat dibahas tahun berikutnya. Untuk itu PP PPDI berharap segenap pengurus disegala tingkatan diminta kerjasamanya untuk dapat perjuangan bersama dalam rangka revisi UU Desa. (BS)